HELLO KITTY

HELLO KITTY
KITTY

Sabtu, 02 Januari 2016

etika filsafat


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Filsafat abad ke-20 pada umumnya sebagian dari dunia abad ke -20. Jika kita hendak memahami sesuatu tentang duni, kita juga harus pula mengetahui tentang filsafatnya. Sebab filsafat hanyalah didapat didalam dan diantara manusia yang berpikir.
Seperti kata-kata diatas: “Filsafat tidak akan didapat selain didalam dan diantara manusia yang berpikir” Jadi, binatang tidak akan sanggup berfilsafat dan Tuan boleh kita anggap terlalu sempurna untuk mempunyai masalah-masalah dan untuk mencari jawabannya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia atau philosophos. Philos atau philein berarti teman atau cinta, dan shopia shopos kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah atau berarti.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah proses bukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik tertentu (Takwin, 2001).
Epistimologi dapat didefenisikan sebagai dimensi filsafat yang mempelajari asal mula, sumber, manfaat dan sahihnya pengetahuan. Secara sederhana yaitu bagaimana cara mempelajari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu bagi kemashalahatan manusia. Epistimologi nilai artinya suber nilai yang dirujuk. Secara filosofis, sumber nilai berawal dari akal manusia sendiri, karena manusia bertindak dengan pertimbangan akalnya. Idealisme yang dipopulerkan oleh Plato secara substisional bersumber dari akal. Karena pandangan idealisme tentang menerjemahkan segala hal yang ada tanpa harus menunggu hasil pengalaman indra.

B.  Rumusan Masalah
  1. Bagaimana menyikapi etika dan nilai sebagai suatu cabang ilmu filsafat ?
  2. Bagaimana hubungan antara etika dengan eksistensi manusia?
  3. Bagaimana menjawab suatu persoalan etika dengan zaman sekarang menggunakan kajian filsafat ?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui cara menyikapi etika dan nilai sebagai salah satu cabang ilmu filsafat.
2.      Untuk mengetahui perkembangan ilmu filsafat lebih khususnya di dalam etika dan nilai.

           

















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Makna Filsafat Nilai
Makna dari hidup adalah “nilai”, sebagai hakikat harga diri dan keberlangsungan duniawi yang sejati. Makna nilai secara filosofis adalah hakikat dari semua kehendak Tuhan yang secercah kehendak-Nya telah tercurahkan kepada jiwa maFilnusia. Ada yang mengatakan sebagai teori nilai yang merupakan bagian aksiologi, karena pandangan tentang hakikat pengetahuan perspektif nilai guna yang didampakkan. Fungsi dan manfaat yang diperoleh dari ilmun pengetahuan merupakan tujuan akhir dari semua pengetahuan.
Betapa berharganya ilmu pengetahuan, sehingga ajaran islam menetapkan sebagai kewajiban. Itu semua sesungguhnya berhubungan dengan “nilai dari sebuah ilmu pengetahuan” bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, aksiologi yang mencari hakikat nilai diterjemahkan sebagai tujuan dari ilmu pengetahuan.
Istilah “nilai” dalam bahasa inggris adalah “value”. Aslinya berasal dari bahasa latin “velere” atau Perancis Kuno valio . RohmatMulyana, memaknai nilai secara denotative dengan “harga”. Filsafat nilai adalah pembahasan tentang paradigm aksiologis atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada yang menghubungkannya pada hakikat fungsional seluruh pengetahuan.
Makna nilai dapat berupa keyakinan relegius dan janji-janji deterministic dalam agama yang dianut seseorang dalam berbagai perilakunya. Nilai dapat didefenisikan pula sebagai patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di anatara cara-cara tindakan alternatifnya.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan makna nilai secara aksiologis, yaitu:
·       Nilai sebagai panduan hidup manusia
·       Nilai sebagai tujuan hidup manusia
·       Nilai sebagai pilihan normatif tindakan manusia
·       Nilai sebagai hakikat semua pengetahuan
Nilai sebagai kesadaran tertinggi dari seluruh kesadaran manusia tentang motif-motif dan bentuk sebuah tindakan yang berakar pada nalar dan tolok ukur yang menjadi jaminan tercapainya tujuan perilaku.
Lima aspek dari makna nilai di atas adalah kesimpulan yang mengungkapkan hakikat nilai secara filosofis.

B.  Epistimologi Nilai
Epistimologi sering juga disebut teori pengetahuan. Epistimologi dapat didefenisikan sebagai dimensi filsafat yang mempelajari asal mula, sumber, manfaat dan sahihnya pengetahuan. Secara sederhana yaitu bagaimana cara mempelajari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu bagi kemashalahatan manusia. Epistimologi nilai artinya suber nilai yang dirujuk. Secara filosofis, sumber nilai berawal dari akal manusia sendiri, karena manusia bertindak dengan pertimbangan akalnya. Idealisme yang dipopulerkan oleh Plato secara substisional bersumber dari akal. Karena pandangan idealisme tentang menerjemahkan segala hal yang ada tanpa harus menunggu hasil pengalaman indra.
Rasionalisme empiris sama sekali belum menyadari tentang adanya keberadaan yang berasal dari sesuatu di luar realitas yang indrawi. Kenyataannya, banyak hal yang tidak tergambarkan oleh rasio dan tidak tersentuh oleh indra, tetapi hal itu menjadi bagian dari pengalaman yang sifatnya personal.
Nilai religius bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengetahuan manusia sepanjang sejarah. Augustinus berprinsip bahwa kebenaran tertinggi adalah berasal dari hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu, nilai dari pengetahuan dihargai karena memiliki substitusi teologis. Tanpa itu semua, pengetahuan dan kebenaran yang dimaksudkan tidak bernilai.
Filsafat nilai adalah kajian aksiologis yang mengedepankan jawaban atas pertanyaan, untuk apa pengetahuan dicari? Mengapa harus mengamalkan pengetahuan? Apa manfaatnya bagi kehidupan manusia? Teori nilai yang mencakup dua cabang, yaitu etika dan estetika. Yang pertama membicarakan baik buruk perbuatan manusia, yang kedua membahas keindahan dan seni dalam kehidupan manusia.
Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa ada empat pendekatan dalam menilai suatu pendapat moral, yaitu:
1.                  Pendekatan empiris-deskriptif, menyelidiki pandangan umum tentang moralitas yang berlaku, dampak dari mengikuti atau mengingkari norma yang telah menjadi sistem sosial.
2.                  Pendekatan fenomenologis, penyelidikan tentang kesadaran moral secara subjektif.
3.                  Pendekatan normatif, penyelidikan tentang norma sosial yang berlaku umum.
4.                  Pendekatan mata etika, penyelidikan tentang kebenaran moral di luar dirinya.

C.      Pengertian Etika
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, “Ethosyang berarti adat, kebiasaan kesusilaan. Pengertian terminologi etika menunjukkan pada tingkah laku yang didasarkan pada penilaian baik dan benar. Istilah ini di populerkan oleh Aristoteles. Pada perkembangan selanjutnya, seorang ahli filsafat, Cicero mengenalkan istilah Moralis yang kurang lebih bermakna sama. Dalam pandangan normatif, segala sesuatu mempunyai nilai-nilai yang dijadikan asumsi dasar dalam implementasi (Bagus, Lorenz: 2005).
Etika (ethos) adalah sebanding dengan moral (mos) di mana keduanya  merupakan filsafat tentang adat kebiasaan. Moralitas berasal dari kata mos, yang dalam bentuk jamaknya (mores) berarti ‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Jadi, dalam pengertian ini, etika dan moralitas sama-sama memiliki arti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang tetap dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan (Keraf, 1998).
Etika adalah bahasan tentang cermin tingkah laku. Nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio adalah etika. Istilah-istilah etika diantaranya ialah:
·      Akhlak,adalah sebutan tentang perilaku baik dan buruk yang digunakan oleh agama.
·      Moral, asalnya morez, yakni tindakan, yakni penilaian baik dan buruk yang digunakan dalam kehidupan social politik.Susila adalah istilah yang digunakan dalam kaidah baik dan buruk yang merujuk pada ediologi pancasila.
·      Norma, ukuran baik dan buruk yang digunakan dalam konsep kebiasan masyarakat.
·      Etika, ukuran baik dan buruk menurut akal.
Etika juga berarti “timbul dari kebiasaan” adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajati nilai atau kualitas. Etika mencakup analisis dan peranan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggungjawab.
Dengan demikian, pandangan baik dan buruk, dan hakikat nilai dalam kehidupan manusia sangat tergantung pada tiga hal mendasar yaitu:
a.    Cara berpikir yang melandasi manusia dalam berprilaku
b.    Cara berbudaya yang menjadi sendi berlakunya norma sosial.
c.    Cara merujuk kepada sumber-sumber nilai yang menjadi tujuan pokok dalam bertindak.
Pengertian etika juga dikemukakan oleh Sumaryono (1995), etika berasal dati istilah Yunani ethos yang mempunyai arti adat-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, etika dapat dibedakan antara etika perangai dan etika moral.
a.    Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambaran perangai manusia dalam kehidupan bermasyarakat di aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku. Contoh etika perangai :
a. berbusana adat,
b. pergaulan muda-mudi,
c. perkawinan semenda,
d. upacara adat.
b.  Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral. Contoh etika moral:
a. berkata dan berbuat jujur
b. menghargai hak orang lain
c. menghormati orangtua dan guru
d. membela kebenaran dan keadilan
e. menyantuni anak yatim/piatu.
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma dan moralitas. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan mengamati nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral itu (Aji dan Sabeni, 2003).
Sebagai cabang filsafat, etika dapat dibedakan menjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme. Menurut pandangan yang pertama, nilai kebaikan suatu perbuatan bersifat obyektif yaitu terletak pada substansi perbuatan itu sendiri. Paham ini melahirkan rasionalisme dalam etika, suatu perbuatan dianggap baik, bukan karena kita senang melakukannya, tetapi merupakan keputusan rasionalisme universal yang mendesak untuk berbuat seperti itu. Sedangkan aliran subyektivisme berpandangan bahwa suatu perbuatan disebut baik bila sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu baik subyek Tuhan, subyek kolektif seperti masyarakat maupun subyek individu (Muhammad, 2004).
Persoalan etika itu pula merupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia dan dirinya (Musa, 2001).
Etika juga dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus, etika  khusus dibedakan  lagi  menjadi  dua yaitu etika individual dan etika sosial. Pembagian etika menjadi etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh  Frans Magnis Suseno (1993) dengan  istilah  etika deskriptif. Frans Magnis  Suseno (1993) menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral,  seperti  tentang  pengertian  etika,  fungsi  etika,  masalah kebebasan,  tanggung  jawab,  dan  peranan  suara  hati. Sedangkan etika  khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral  itu  pada  masing-masing  bidang  kehidupan  manusia.
Etika umum menjelaskan tentang kajian bagaimana manusia bertindak secara etis, sedangkan etika khusus mengkaji tentang penerapan-penerapan prinsip-prinsip moral dasardalam bidang kehidupan yang khusus. Dalam etika umum, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik buruknya suatu tindakan. Sedangkan dalam etika khusus, prinsip-prinsip moral dasar tersebut diterapkan dalam wujud bagaimana untuk mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang dilakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar, serta prinsip-prinsip moral dasar tersebut digunakan untuk bagaimana menilai perilaku diri sendiri maupun perilaku orang lain dalam berbagai kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatar belakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia untuk bertindak etis. Etika umum lebih terfokus pada kondisi-kondisi dasar manusia dalam bertindak secara etis serta teori-teorietika dan prinsip-prinsip moral dasar digunakan sebagai pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Sedangkan etika khusus lebih terfokus pada penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
Maka dari itu setidaknya terdapat empat alasan perlunya etika pada zaman ini, yaitu :
1.    Individu hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, termasuk di dalamnya di bidang moralitas.
2.    Pada saat ini individu berada dalam pusaran transformasi masyarakat yang berlangsung sangat cepat. Gelombang modernisasi membawa perubahan yang mengenai semua segi kehidupan.
3.    Bahwa proses perubahan sosial, budaya dan moral yang terjadi ini sering dipergunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk memancing dalam air keruh.
4.    Etika juga diperlukan oleh kaum agamawan (Franz Magnis Suseno, 1993).
Untuk menjawab persoalan etika adalah sebagai berikut:
Pertama, terdapat penyelidikan yang dinamakan etika deskriptif (descriptive ethics), yaitu mempelajari perilaku pribadi-pribadi manusia atau personal morality dan perilaku kelompok atausocial morality. Dengan menganalisa bermacam-macam aspek dari perilaku manusia, antara lain: motif, niat dan tindakan-tindakan terbaik yang dilaksanakan.
Kedua, pengertian perilaku moral seperti di atas harus dibedakan dengan apa yang seharusnya (etika normatif). Apa yang seharusnya dilakukan mendasarkan penyelidikan terhadap prinsip-prinsip yang harus dipakai dalam kehidupan manusia. Yaitu dengan menanyakan bagaimanakah cara hidup yang baik yang harus dilakukan.
Ketiga, berkaitan dengan pengertian praktis. Dengan menjawab pertanyaan bagaimanakah menjalankan hidup dengan benar, atau bagaimana cara menjadi manusia yang benar (Harold H. Titus, 1984).
Lebih jelas, lingkup persoalan etika dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Etika Deskriptif
Etika deskriptif sering menjadi bahasan dalam ilmu sosiologi. Etika deskriptif bersangkutan dengan pencatatan terhadap corak-corak, predikat-predikat serta tanggapan-tanggapan kesusilaan yang dapat ditemukan dilapangan penelitian. Secara deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap tidak baik yang berlaku atau yang ada di dalam masyarakat. Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam pengertian luas, seperti dalam adat kebiasaan, atau tanggapan-tanggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan etika yang berusaha untuk membuat deskripsi yang secermat mungkin tentang yang dianggap tidak baik yang berlaku atau yang ada di dalam masyarakat. Etika deskriptif  hanya  melukiskan tentang suatu nilai dan tidak memberikan penilaian.

2.      Etika Normatif
Etika dipandang sebagai suatu ilmu yang mempunyai ukuran atau norma standar yang dipakai untuk menilai suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau kelompok orang. Dalam hal ini etika normatif menjelaskan tentang tindakan-tindakan yang seharusnya terjadi atau yang semestinya dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang. Etika normatif tidak seperti etika deskriptif yang hanya melibatkan dari luar sistem nilai etika yang berlaku, tetapi etika normatif melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.

3.      Etika praktis
Etika praktis mengacu pada pengertian sehari-hari, yaitu persoalan etis yang dihadapi seseorang ketika berhadapan dengan tindakan nyata yang harus diperbuat dalam tindakannya sehari-hari.

4.      Etika Individual dan Etika Sosial
Adalah etika yang bersangkutan dengan manusia sebagai perseorangan saja. Di samping membicarakan kualitas etis perorangan saja, etika juga membicarakan hubungan pribadi manusia dengan lingkungannya seperti hubungan dengan orang lain. Etika individu berhubungan dengan sikap atau tingkah laku perbuatan dari perseorangan. Sedangkan etika sosial berhubungan dengan tingkah laku yang dilakukan oleh perseorangan sebagai bagian kesatuan yang lebih besar (Ahmad Charis Zubair, 1995).














BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Betapa berharganya ilmu pengetahuan, sehingga ajaran islam menetapkan sebagai kewajiban. Itu semua sesungguhnya berhubungan dengan “nilai dari sebuah ilmu pengetahuan” bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, aksiologi yang mencari hakikat nilai diterjemahkan sebagai tujuan dari ilmu pengetahuan.
Nilai relegius bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengetahuan manusia sepanjang sejarah. Augustinus berprinsip bahwa kebenaran tertinggi adalah berasal dari hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu, nilai dari pengetahuan dihargai karena memiliki substitusi teologis. Tanpa itu semua, pengetahuan dan kebenaran yang dimaksudkan tidak bernilai.
Persoalan etika itu pula merupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesame manusia dan dirinya (Musa, 2001).

















DAFTAR PUSTAKA

Beerling, R.F. 1966. Filsafat Dewasa Ini. Jakarta: Balai Pustaka.
Kattsof, Louis.O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogya: Tiara Wacana.
http://lifidasimahtuah.blogspot.com
http://akusayangyana.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar