Folksong
Nyanyian rakyat adalah suatu bentuk folklore
yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara
masyarakat tertentu dan berbentuk tradisional serta banyak memiliki varian.
Dalam nyanyian kata-kata dan lagu merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Akan tetapi, teks yang sama tidak selalu dinyanyikan dengan lagu
yang sama, lagu yang sama sering dinyanyikan dengan beberapa teks nyanyian
masyarakat yang berbeda. Nyanyian rakyat memiliki perbedaan dengan nyanyian
lainnya, seperti lagu pop atau klasik. Hal ini karena sifat dari nyanyian
rakyat yang mudah dapat berubah-ubah, baik bentuk maupun isinya. Sifat tidak
kaku ini tidak dimiliki oleh nyanyian lain.
Peredaran nyanyian rakyat pada suatu masyarakat
lebih luas daripada lagu-lagu lainnya. Baik dikalangan melek huruf maupun buta
huruf, baik kalangan atas maupun kalangan bawah. Umur nyanyian rakyat pun lebih
panjang dari daripada nyanyian pop. Bentuk nyanyia rakyat juga beraneka ragam,
yakni dari yang paling sederhana sampai yang cukup rumit. Penyebarannya melalui
tradisi lisan menyebabkan nyanyian rakyat cenderung sangat lama dan memiliki
banyak varian.
Nyanyian rakyat yang bersifat berkisah dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu sumber dari penulisan sejarah. Nyanyian
rakyat yang tergolong dalam kelompok ini, yaitu Balada dan Epos. Perbedaan
antara Balada dan Epos terletak pada tema ceritanya. Tema cerita Balada
mengenai kisah sentimental dan romantic, sedangkan Epos atau wiracarita
mengenai cerita kepahlawanan. Keduanya memiliki bentuk bahasa yang bersajak.
Nyanyian yang berkisah ini banyak yang terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat Epos yang berasal dari Epos
Mahabarata dan Ramayana. Nyanyian rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga
disebut sebagai gending. Gending-gending tersebut masih dibagi menjadi beberapa
jenis, seperti : sinom, pocung, dan asmaradhana. Balada di Jawa Barat diwakili
oleh pantun Sunda.
Seorang sarjana Belanda bernama C.M.Pleyte
telah mengumpulkan pantun Sunda mengenai Lutung Kesarung (1910) dan Nyai Sumur
Bandung (1911) Penelitian pantun Sunda berikutnya dilakukan oleh Ajip Rosidi
yang berhasil mengumpulkan 26 pantun Sunda dan 14 diantaranya sudah diterbitkan
pada tahun 1973. Diantaranya pantun Sunda yang sudah berhasil direkam oleh Ajip
Rosidi tersebut diantaranya : “Tjarita Mundinglaja di Kusuma”, “Tjarita Nyi
sumur Bandung”, dan “Tjarita Demung Kalagan”. Kebanyakan teks pantun-pantun itu
panjang. Nyanyian rakyat berkisah dari jenis Balada di Pulau Bali diteliti oleh
C.Hooykaas. Hasilnya berupa buku berjudul The Lay of Jaya Prana, The Balinese
Uriah (1958).
Nyanyian rakyat memiliki fungsi sebagai
berikut.
a. Pelipur lara, naynyian jenaka, nyanyian untuk mengiringi
permainan, dan nyanyian Nina Bobo.
b. Pembangkit semangat, Seperti nyainyian kerja “Holopis Kuntul
Baris”, nyayian untuk baris-berbaris, dan nyanyian perjuangan.
c. Memelihara sejarah setempat dan klen contohnya di Nias ada
nyanyian rakyat yang disebut hoho yang dipergunakaan untuk memelihara silsilah
klen besar orang Nias yang disebut Mado.
d. Protes sosial, mengenai ketidakadilan dalam masyarakat, Negara,
bahkan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar