HELLO KITTY

HELLO KITTY
KITTY

Rabu, 21 Oktober 2015

Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja


Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja

Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress, dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai 21 tahun) terdapat beberapa fase, fase remaja awal (12 sampai 15 tahun), remaja pertengahan (15 sampai 18 tahun) masa remaja akhir (18 sampai 21 tahun)dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase pubertas ini berkisar antara 11 atau 12 tahun sampai 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpanng tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjunya. Pada fase tersebut remaja mengalami perubahan dalam hormone dalam tubuhnya dan hal ini member dampak, baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) maupun pada hal-hal psikis, terutama emosi.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya remaja lebih banyak mengahabiskan waktunya disekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya keatrah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam lingkungannya.
Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya, dan dalam rangka menghindari hal-hal negative yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendakknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan, dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.
Kecerdasan Emosional
Goleman (1997) mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Goleman juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam mengahadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keaddaan jiwa. Dengankecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, mengahargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menarapkan secara efektif energy dan emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan bahwa pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjjut dikatakan bahwa emosi manusia berada di wilayah perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi. Apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasaan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energy emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional adalah kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri), kecakapan sosial (menangani suatu hubungan), dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional
Kecerdasaan emosional bukan merupakan lawan kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ. Keduanya berinteraksi secara dinamis. Pada kenyataan perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja, dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.
Goleman (1995) mengungkapkan 5 wilayah kecerdasaan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesaan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1.   Mengenali emosi diri
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu persaan itu  terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan.Akibatnya, diri tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
2.  Mengelola Emosi
Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila :
a.  Mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan;
b.  Dapat melepas kecemasan;
c.   Kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu.
Sebaliknya orang yang buruk dalam kemampuan mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negative yang merugikan diri sendiri.
3.  Memotivasi Diri
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat diselusuri melalui hal-hal sebagai berikut:
a.    Cara mengendalikan dorongan hati;
b.    Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang;
c.    Kekuatan berfikir positif;
d.    Optimisme;
e.    Keadaan flow (mengikuti aliran) yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya berfokus pada satu objek.
Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
4.  Mengenali Emosi Orang Lain
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi diri, maka dapat dipastikan bahwa dia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri engan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain
5.  Membina Hubungan dengan Orang Lain
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu, atau tidak berperasaan jika tidak memiliki keterampilan-keterampilan semacam ini

Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
 
Berbagai factor dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri seseorang seperti hal-hal berikut ini.
1.   Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua turut menjadi factor signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap mengahargai diri sendiri. Sikap negative orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi, dan dihargai. Dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya sehingga orang tua tidak menyayanginya.
2.  Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami sering kali menimbulkan pertanyaankepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.
3.  Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang canderung negative dalam memandang dan merespon segala sesuatu, termasuk menilai diri sendiri. Segala situasi atau stimulus yang netral akan dipersepsi secara negative. Misalnya, ketika tidak diundang kesebuah pesta, ia berpikir bahwa hal itu karena ia “miskin” sehingga tidak pantas diundang. Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu survive (bertahan) menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi akan menjadi supersensitive dan cenderung mudah tersinggung atau “termakan” ucapan orang.
4.  Kritik Internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatanyang telah dilakukan. Kritik terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi regulator atau rambu-rambu dlaam bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi dengan baik.
5.  Mengubah Konsep Diri
Seringkali diri kita sendirilah yang menyebabkan persoalan bertambah rumit, dengan berpikir yang tidak-tidak terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun, dengan sifatnya yang dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan kearah positif. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk memiliki konsep diri yan positif adlah sebagai berikut :
a.  Bersikap Objektif dalam Mengenali Diri Sendiri
Jangan abaikan pengalaman positif ataupun keberhasilan sekecil apapun yang pernah dicapai. Lihatlah talenta, bakat dan potensi diri dan carilah cara dan kesempatan untuk mengembangkannya. Janganlah terlalu berharap bahwa diri anda dapat membahagaiakan semua orang atau melakukan segala sesuatu sekaligus.
b.  Hargailah Diri Sendiri
Tidak ada orang yang lebih mengahrgai diri kita selain diri kita sendiri. Jikalau kita tidak bisa mengahrgai diri kita sendiri, tidak dapat melihat kebaikan yang ada pada diri kita sendiri, tidak mampu memandang hal-hal yang baik dan positif di dalam diri, bagaimana kita bisa menghargai orang lain dan melihat hal-hal yang baik dalam diri orang lain secara positif ?  JIka kkita tidak bisa menghargai orang lain bagaimana orang lain bisaa mengahargai diri kita?
c.   Jangan Memusuhi Diri Sendiri
Peperangan besar dan paling melelahkan adalah peperangan yang terjadi dalam diri sendiri. Sikap menyalahkan diri sendiri secara berlebihan merupakan pertanda bahwa ada permusuhan dan peperangan anatara harapan ideal dengan kenyataan diri sejati (real self ). Akibatnya akan timbul kelelahan mental dan rasa frustasi yang dalam serta makin lemah dan negatiflah konsep diri seseorang.
d.  Berpikir Positif Dan Rasional
Jika, segala hal banyak tergantung pada cara kita memandang segala sesuatu, baik terhadap persoalan maupun terhadap seseorang. Maka, kendalikan pikiran kita jika pikiran itu mulai menyesatkan jiwa dan raga.

Sumber : e-psikologi.com

Senin, 19 Oktober 2015

PERILAKU MENYIMPANG


PERILAKU MENYIMPANG

Perilaku menyimpang adalah suatu perilaku yang diekspresikan oleh seorang atau beberapa orang anggota masyarakat yang secara sadar atau tidak disadari, tidak menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Jadi perilaku yang ditunjukkan oleh para pelaku penyimpangan tidak sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
Perilaku menyimpang dapat disebabkan sebagai hasil sosialisasi subbudaya menyimpang dalam diri seseorang karena ia mengadopsi subbudaya menyimpang selama proses sosialisasi yang berlangsung dalam dirinya. Misalnya, seseorang yang hidup di kota secara sadar atau tidak sadar akan mengikuti cara hidup masyarakat kota yang lebih seperti individualistis, egois, atau mementingkan diri sendiri. Hasil sosialisasi ini ia peroleh karena kebudayaan di kota menciptakan suatu pergaulan hidup dimana setiap individu harus mengurus dirinya masing-masing. Cara hidup ini dapat disebut sebagai subbudaya atau kebuadayaan khusus daerah perkotaan. Begitu pula halnya jika seseorang hidup atau bergaul dengan kelompok pengguna narkoba atau komplotan perampok, maka perilakunya akan mengikuti perilaku kelompok tersebut yang memiliki pola budaya sendiri yang menyimpang.
Dampak kekerasan pada anak, trauma kekerasan saat anak-anak akan terbawa hingga dewasa. Menurut LIPI masalah gender dan anak, Dra. Asayu S. Hanim, Msi. Ia mengatakan bahwa kurangnya pengetahuan dan control dari orang tua sehingga melakukan kekerasan kepada anaknya secara fisik maupun non-fisik akan membuat kepribadian anak menjadi kerdil. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang keras, acuh tak acuh, tidak mampu berempati, dan egois. Mereka akan dengan mudah terjerumus pada hal-hal yang negative. Yang paling berbahaya adalah trauma tersebut membawa dampak bagi mereka ketika berumah tangga, yaitu akan melakukan kekerasan kepada anak dan istriya. Oleh sebab itu, cara agar tidak terjadi kekerasan terhadap anak-anak adalah dilakukan sejak dini. Orang tua harus mampu mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Selain itu, pendidikan sekolah , dan penanaman ilmu agama juga harus menjadi prioritas dalam membesarkan anak.
Jika pengendalian sosial dalam masyarakat tidak berfungsi, maka ketentraman dalam masyarakat akan terganggu dan mengarahkan berlakunya hukum rimba. Keadaan tersebut akan mengakibatkan banyaknya prilaku menyimpang dan system komersialisasi hukum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan terapi sosial, antara lain melakukan pengawasan lebih ketat dalam kegiatan hukum dan melakukan kebudayaan tertib sosial.

PENYAKIT SOSIAL


PENYAKIT SOSIAL

Situasi sosial kehidupan masyarakat Indonesia dari hari ke hari kian memburuk. Hal ini terlihat dari makin maraknya tindak kejahatan, kekerasan sosial, amuk massa, main hakim sendiri, dan berbagai penyimpangan sosial yang tumbuh secara bervariasi
Sebuah LSM peduli AIDS di Serang (Banten) juga mengungkapkan, Indonesia bersama China dan India termasuk Negara berpenduduk besar yang menyimpan “BOM” AIDS karena pertumbuhan jumlah penderita HIV/AIDS yang luar biasa, diperkirakan sudah mencapai 80.000-100.000 kasus. Percepatan seperti deret ukur ini karena akumulasi banyak factor, seperti akibat peningkatan kasus narkoba 10x lipat.
Lebih memprihatinkan lagi adalah kian mekarnya perilaku menyimpang dikalangan anak-anak dan remaja negeri ini. Dikalangan remaja, misalnya fenomena hubungan seksual pranikah yang meniadakan lembaga perkawinan yang luhur, sudah kian pesat perkembangannya belakanan ini. Dampaknya pun amat jauh dari kehidupan sosial masyarakat manakala hubungan tanpa nikah dianggap wajar, bukan pelanggaran dan bukan tindak perzinaan bila dilakukan suka sama suka. Bahkan, dalam kasus perkosaan sekalipun, si pemerkosa bisa lepas dari jeratan hukum jika ia dapat berdalih dalam pembelaannya dengan mengatakan bahwa perbuatan tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka.
Fenomena lain yang memprihatinkan terkait dengan maraknya tindak pembunuhan yang melibatkan pelaku dan korban remaja serta anak-anak. Anak-anak belasan tahun dan masih bersekolah, seperti kerap diberitakan media massa, juga banyak terlibat dalam kasus perkosaan. Hal itu bahkan telah menjadi peristiwa sehari-hari yang lazim dan menjadi pola kehidupan masyarakat kita. Berbagai kasus tindakan penyimpangan norma dan kriminalitas diatas tentu saja berkembang dalam situasi yang tidak vakum alias banyak factor yang mempengaruhinya.
Apapun penyebabnya dan seberapa pun tingkat kejadian dan pelaku maupun korbannya, hasil akhirnya tetap mengidikasikan hal yan sama, yakni terganggunya dan bahkan rusaknya tatanan kehidupan masyarkat .