Mengenal Kecerdasan Emosional
Remaja
Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress, dimana terjadi
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai 21 tahun)
terdapat beberapa fase, fase remaja awal (12 sampai 15 tahun), remaja
pertengahan (15 sampai 18 tahun) masa remaja akhir (18 sampai 21 tahun)dan
diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat
dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya. Fase
pubertas ini berkisar antara 11 atau 12 tahun sampai 16 tahun dan setiap
individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpanng
tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut
dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan
selanjunya. Pada fase tersebut remaja mengalami perubahan dalam hormone dalam
tubuhnya dan hal ini member dampak, baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ
seksual) maupun pada hal-hal psikis, terutama emosi.
Pergolakan emosi yang terjadi pada remaja tidak
terlepas dari bermacam pengaruh, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga,
sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas-aktivitas yang dilakukannya
dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial
tempat berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri
secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya
remaja lebih banyak mengahabiskan waktunya disekolah) tidak memadai untuk
memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan
energinya keatrah yang tidak positif, misalnya tawuran. Hal ini menunjukkan
betapa besar gejolak emosi yang ada dalam diri remaja bila berinteraksi dalam
lingkungannya.
Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang
paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya, dan dalam
rangka menghindari hal-hal negative yang dapat merugikan dirinya sendiri dan
orang lain, remaja hendakknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana
remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan
dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan,
dapat mengendalikan perasaan, dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai
dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat
terjalin dengan lancar dan efektif.
Kecerdasan Emosional
Goleman (1997) mengatakan bahwa koordinasi suasana
hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai
menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati,
orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan akan lebih mudah
menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Goleman juga
mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam mengahadapi kegagalan,
mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keaddaan jiwa.
Dengankecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada
porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energy dan pengaruh yang
manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar
mengakui, mengahargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya
dengan tepat, menarapkan secara efektif energy dan emosi dalam kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan
bahwa pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang membuat
seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjjut dikatakan bahwa emosi
manusia berada di wilayah perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan
sensasi emosi. Apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang
lain.
Dari beberapa pendapat diatas dapatlah dikatakan
bahwa kecerdasaan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai
perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,
menerapkan dengan efektif energy emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Tiga unsur penting kecerdasan emosional adalah kecakapan pribadi (mengelola
diri sendiri), kecakapan sosial (menangani suatu hubungan), dan keterampilan
sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain).
Komponen-Komponen
Kecerdasan Emosional
Kecerdasaan emosional bukan merupakan lawan
kecerdasan intelektual yang biasa dikenal dengan IQ. Keduanya berinteraksi
secara dinamis. Pada kenyataan perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki
peran yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan di sekolah, tempat kerja,
dan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.
Goleman (1995) mengungkapkan 5 wilayah kecerdasaan
emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesaan
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1.
Mengenali emosi
diri
Kesadaran
diri dalam mengenali perasaan sewaktu persaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar
timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk
mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan
perasaan.Akibatnya, diri tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang
berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
2.
Mengelola Emosi
Mengelola
emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat.
Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi
dikatakan berhasil dikelola apabila :
a.
Mampu menghibur
diri ketika ditimpa kesedihan;
b.
Dapat melepas
kecemasan;
c.
Kemurungan atau
ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu.
Sebaliknya orang yang buruk dalam
kemampuan mengelola emosi akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung
atau melarikan diri pada hal-hal negative yang merugikan diri sendiri.
3.
Memotivasi Diri
Kemampuan
seseorang memotivasi diri dapat diselusuri melalui hal-hal sebagai berikut:
a.
Cara
mengendalikan dorongan hati;
b.
Derajat kecemasan
yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang;
c.
Kekuatan
berfikir positif;
d.
Optimisme;
e.
Keadaan flow
(mengikuti aliran) yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah
ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya berfokus pada satu objek.
Dengan kemampuan memotivasi diri yang
dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam
menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
4.
Mengenali Emosi
Orang Lain
Empati
atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika
seseorang terbuka pada emosi diri, maka dapat dipastikan bahwa dia akan
terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu
menyesuaikan diri engan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati
perasaan orang lain
5.
Membina
Hubungan dengan Orang Lain
Seni dalam
membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung
keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan
seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Seseorang seringkali
dianggap angkuh, mengganggu, atau tidak berperasaan jika tidak memiliki
keterampilan-keterampilan semacam ini