Gempa
Kapten masih
enak merokok, dengan duduk sikap menang sambil menimang- nimang Colt milik
letnan. Yang belakangan ini berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya,
pandang kearah pintu.
Kapten : “ Menyesal sekali dengan sangat
amat terpaksa, Nyonya mesti ku perlakukan sebagai sandera. Yang mestinya Nyonya menjadi
tawanan Mayor ”
Letnan : “ Hei apa bedanya ! ”
Kapten : “ Oh, besar sekali Nyonya.
perbedaannya 180o. sekarang tidak ada orang lain yang menguasai Nyonya selain aku. Nyonya mutlak
berada dibawah kekuasaan ku !“
Letnan : “ Apa maksud, Bung ?”
Kapten : “ Artinya, tak ada orang lain
selain aku pribadi yang menentukan mati hidup Nyonya”
Letnan : “sekarag aku tahu. ”
Kapten
: “ Oh yaaa. apa yang Nyonya
ketahui ?”
Letnan :
“ Bahwa bung setelah gunakan kesempatan untuk mengkhianati mayor.”
Kapten : “ A ha ya. Nyonya inteligen. Tepat
sekali dugaanmu. Memang aku telah gunakan kesempatan yang ditimbulkan oleh
ketololan mayor jagoan itu. Untuk kemudian, yah ! Aku khianati dari belakang.
Setidak-tidaknya menurut Nyonya mengkhianati.”
Kapten bangkit
membuang punting rokok, menyelipkan pistol rampasan pada ikat pinggang dekat
pusar perut. Tajam pandangannya menatap Letnan sambil ketawa kecil
Kapten : “ Nyonya, dalam memperjuangkan
suatu citra diperlukan sajian pengorbanan. Nah, dalam memperjuagkan apa yang
kucitakan itulah aku dengan berat hati terpaksa mengorbankan Bung Mayor berikut batalionnya, demi
terlaksanannya citaku. Namun, saya sangat menghargai keperkasaan Bung Mayor dan
batalionnya yang sudah punya nama mewangi. Karena itu, mereka ku korbankan
seperkasa mungkin sesuai dengan jiwa patriotnya.”
Letnan
tersentak, tajam nyala matanya membakar wajah Kapten
Letnan : “ Jadi, Jelas sekarang bahwa Bung
bermain sandiwara dengan musuh.”
Kapten : “ Tepatnya aku jadi sutradara
dalam lakon ini, sekaligus dan yang terpenting, ialah bahwa aku telah
menciptakan lakon yang penuh adegan dramatis ini. Dan untuk memenuhi keinginan
sang pencipta lakon, aku, maka Bung mayor batalionnya ku hancurkan secara dramatis
pula. Kuatur sedemikian rupa hingga mereka masuk dalam jebakan musuh untuk
kemudian dibinasakan berkeping-keping oleh puluhan peuru Howizer. ”
Letnan : “ Untuk kemudian, Bung dengan
leluasa memperoleh kesempatan menyergap dan melucuti kompiku secara khianat, ya
?”
Kapten : “ Begitulah.”
Letnan : “ Untuk kemudian pula, kau
kukorbankan dengan cara yang lain dalam rangka tindak khianatmu.”
Kapten tertawa
kecil
Kapten : “ Nyonya, punya bakat untuk
menjadi seorang ahli siasat ulung dan seorang analisis. Memang begitulah. Tapi
tentu saja, Nyonya pribadi akan ku jadikan sajian pengorbanan yang istimewa.
Sedemikian rupa, hingga Nyonya akan memberi manfaat sebesar-besarnya dalam
membantu memperbesar tekadku untuk melaksanakan apa yang kucitakan.
Mudah-mudahan Nyonya tidak berbuat sebodoh suami Nyonya…”
Letnan kaget,
kedua bibirnya gemetar dilanda perasaannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar