HELLO KITTY

HELLO KITTY
KITTY

Selasa, 15 Desember 2015

KERATON BANTEN LAMA


KERATON SUROSOWAN

     Asal Mula Berdirinya Keraton Surosowan
Keraton merupakan bangunan yang memegang peranan sangat penting bagi sebuah kerajaan. Seperti halnya keraton pada umumnya di Jawa, Keraton Surosowan juga memiliki makna ganda, yakni sebagai bangunan tempat tinggal Sultan dan keluarganya serta perangkat kerajaan lainnya dan sebagai pusat kerajaan dalam hal ini Kerajaan Banten.


Keraton Surosowan adalah sebuah Keraton di Banten, keraton ini di bangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa Pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanuddin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk islam yang bergelar Pangerang Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar, Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan Bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh, hanya menyisahkan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Hasanuddin raja pertama di Banten yang di Penambahan Surososwan 1525 diberi gelar Maulana Hasanuddin waktu itu lebih senang menyebut rajanya dengan sebutkan "Pangerang Saba Kingking", yang artiniya rindu akan kebijaksanaan.
Raja yang memerintah dari tahun 1525 hingga 1570 ini wilayah kekuasaannya meliputi daerah di antaranya sekarang masuk Provinsi Banten, kota Banten Lama di masa pemerintahannya meliputi area seluas 1.2000.000 m2. Sebelah Utara dekat pantai di bangun menara jaga terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan persenjataan meriam, raja pertama yang membangun keraton dan benteng Surosowan serta Masjid Agung Banten, wafat tahun 1570 dan di makamkan di halaman Masjid Agung bagian Utara.
Sultan Sapuh itu digantikan putranya Maulana Yusuf Penembahan pekalangan gede yang memerintah dari tahun 1570 hingga 1580. Program kerjanya yang berhasil masa itu memperkuat perekonomian Negara dengan langkah kebijaksanaan memperluas areal pertanian, membangun irigasi membuat kanal-kanal dan mengatur penyebaran penduduk dengan membangun kampung-kampung baru yang kemudian berkembang menjadi kota.
Di samping itu memperkuat angkatan perang dan perbentengan disekitar Keraton dan kota Banten Lama dengan bata dan batu karang. Semboyannya yang terkenal masa itu "Gawe Kuta Galuwati Bata Kalawan Kawis" artinya pembangunan perbentengan dengan bata dan batu karang.
Ramainya suasana Kota Banten Lama masa itu banyak dilukiskan saudagar-saudagar manca Negara yang kapalnya berlabuh di Bandara Banten karena jasanya dalam bidang pertanian. Maulana Yusuf di makamkan di tengah sawah, 4 kilometer dari Keraton Surosowan, sekarang lokasinya tak jauh dari jalan raja dan rela kereta api Serang-Banten, hampir setiap hari makam itu banyak di ziarahi orang yang datang dari berbagai pelosok tanah air (FB. 04.2002).

B.     Perkembangan Keraton Surosowan
Keraton Surosowan sudah beberapa kali mengalami perubahan. Berdasarkan peta-peta kuno diketahui bahwa pada peta tertua (1596), Keraton Surosowan di gambarkan masih sangat sederhana berupa satu bangunan rumah di kelilingi pagar dan beberapa bangunan yang terletak di Selatan alun-alun, peta-peta 1624. Keraton Surosowan sudah digambarkan berupa bangunan berundak-undak dan bertingkat serta di kelilingi rumah-rumah, gambaran yang hampir sama masih di jumpai pada peta 1726, di mana terlihat bangunan inti keraton memiliki bagian bawah bangunan yang berundak-undak dan atap yang semakin ke atas makin kecil meruncing, hanya ukuran keraton semakin besar.


Berdasarkan penelitian, di duga terdapat beberapa tahap pada bangunan Keraton Surosowan. Pada fase pembangunan awal, dinding yang disekeliling istana lebarnya antara 100 meter sampai 125 meter, dinding tersebut dibuat Bastion dan dibangun dari susunan atau berkuran besar yang di campur dengan tanah liat (lempung). Fase pembangunan pertama mungkin terjadi pada masa pemerintahan Maulana Hanauddin (1552-1570), pada masa pembangunan fase didirikan dinding bagian dalam dan Bastion. Dinding bagian dalam berfungsi sebagai penahan tembakan, jadi antara fase pertama dan kedua telah terjadi perubahan fungsi dinding, yaitu dari yang funsi sebagai tembok keliling kemudian menjadi tembok pertahanan dengan unsur-unsur Eropa (Nurhadi 1982). Perubahan ini mungkin terjadi pada tahun 1680 dengan bantuan artistek Hendrik Lucas zoon Cardel (Ambary dkk. 1988:85), Michrob 1993:311). Sesudah masa ini, Surosowan disebut sebagai Fort Diamant (Fort : Benteng, Diamant : Intan) oleh pihak Belanda pembangunan fase ke tiga adalah tahap pendirian kamar-kamar disepanjang dinding Utara, penambahan lantai untuk mencapai dinding penahanan tembakan (Parapet). Pada pembangunan fase ke empat, di lakukan perubahan pada gerbang Utara dan mungkin juga pada gerbang Timur, pada lapisan luar dinding keraton, susunan bata di lapis secara merata dengan menggunakan batu karang, pada fase pembangunan yang terakhir terjadi penambahan banyak kamar di bagian dalam dan penyempurnaan isian dinding.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran, antara lain ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya sendiri Sultan Haji yang bekerjasama dengan penjajah Belanda. Meski kemudian diperbaiki lagi. Perlawanan dari rakyat terhadap Sultan Haji terus berlangsung dan membuat Keraton rusak lagi. Akan tetapi, kerusakan yang paling parah terjadi pada masa Sultan Aliudin II (1803-1808) ketika Herman Willem Daendels meminta sultan agar mengirimkan seribu pekerja rodi untuk membangun jalur jalan Anyer-Penarukan. Selain itu, juga meminta agar Patih Mangkubumi wargadiraja diserahkan dan ibu kota kesultanan dipindahkan ke Anyer karena disekitar Surosoan akan dibangun benteng Belanda, tentu saja permintaan tersebut ditolak mentah-mentah. Terjadilah peperangan hebat yang berakhir dengan penaklukan Surosowan dan penangkapan Sultan Aliudin II lalu dibuang ke Ambo. Sementara Patih Mangkubumi Wargadiraja dihukum pancung, perlawanan rakyat Belanda tidak berhenti. Pada 1809, Daendels menghancurkan dan membakar Surosowan puncak kerusakan Keraton tersebut terjadi pada tahun 1813. Hampir semua bangunan Keraton Surosowan boleh dikatakan hancur semua, bahkan terkesan tidak terawat. Sayang sekali, bangunan yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi ini dibiarkan terbengkalai dimakan oleh waktu, mudah-mudahan pihak-pihak terkait dapat menjaga salah satu warisan Bangsa Indonesia yang sangat berharga ini.

Kajian Arkeologi Keraton Surosowan
Sampai hari ini arekeolog belum dapat mengungkap tabir dibalik reruntuhan Keraton Surosowan yang di ancurkan oleh Kolonial Belanda tahun 1813, padahal penelitian sudah berlangsung sudah lama yaitu sekitar 30 tahun silam. Penelitian itu, antara lain pernah dilakukan arkeolog dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), kemudian pulsitarkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) dan Ditbinjarah (Derektorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan purbakal). Seperti di akui Kasi TU Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S), Drs. Zakaria Keasimin, memang tak mudah mengungkap Keraton Surosowan yang tinggal pondasinya saja dan puing-puing berserakan. Dari luas arela benteng dan keratin 1,6 hektar kurang 4,5 hektar, misal belum ditemukan di mana lokasi Singgasana Sultan Banten dan di mana pula kamar sang putri.
Dari hasil penelitian baru di ketahui, Roro Denok dan pancuran mas adalah kolam pemandian keluarga Sultan Banten tetapi Zakaria belum bisa memastikan apakah bangunan yang berada di tengah-tengah kolam Roro Denok tempat Sultan menyimpan harta pusaka. Demikian pula tentang pancuran mas yang di sebut-sebut sebagai keran air yang teruat dari lapisan emas, Zakaria mengakui Kesultanan Banten yang memerintah dari tahun 1525-1813 termasuk kerajaan yang kaya raya. Sehingga dugaan keran air terbuat dari emas besar kemungkinan besar, "Tetapi hal ini belum bisa dibuktikan, karena belum ditemukan catatan sejarah mengenai hal itu", katanya.
Sementara itu, ada pendapat yang mengatakan, boleh jadi yang disebut-sebut sebagai pancuran masa adalah air bersih yang jernih seperti keristal hasil dari pengolahan air bersih. Seperti diketahui, air bersih itu dialirkan kedalam keraton melalui pipa terekota (tanah liat) dari waduk penampungan di Tasikardi "Sebelum masuk kedalam istana air itu terlebih dahulu diproses melalui beberapa filter yang disebut dengan pengindelan abang dan pengindelan putih", ujar Zakaria.
Berdasarkan hasil penelitian. Sementara, pintu utama keraton berada di sebelah Utara menghadap alun-alun, salah satu yang memperkuat dugaan ini. Karena bangunan keraton dibagian sebelah Utara terdapat bangunan tangga yang berundak-undak.
"Bisa jadi di tempat ini menjadi ruang utama keluarga Istana menerima tamu kehormatan", katanya. Sayangnya, menurut Zakaria, Kesultanan Banten tidak meninggalkan catatan sejarah yang bisa menjadi acuan arkeolog melakukan penelitian di sana, ekskavasi dan penelitian yang dilakukan ini seperti mengungkap tabir rahasia masa lampau.
Menurut Babad Banten di sekitar jembatan Ranto terdapat nama Penjaringan, tercatat adanya pasar di lokasi tersebut. Disamping pasar permanen di Pacinaan, Karangantu dan alun-alun (lihat buku Willem Lodewijk). Penggalian ini di dasari atas berita tentang pasar yang ingin di buktikan kebenarannya, namun tim ekskavasi belum berhasil meyakinkan data temuan yang identik dengan pasar tetap di temukan alat pengecoran logam dari ukuran diameter 2 cm sampai 15 cm yang sempat mengejutkan tim penggalian.
Disamping itu sumur dan Keraton Surosowan bagian berat dalam sektor 11 dikuras dan ternyata ditemukan ternyata tulang-tulang binatang, pecahan keramik asing dan mata uang VOC. Dasar sumur diberi landasan tegel merah, sumber air diambil dari samping, karena sumber air bawah tanah asin. Hal ini merupakan teknologi baru ketika itu cara membuat sumur dengan kedalaman 4 m.
Hasil tim ekskavasi di dalam komplek Keraton Surosowan seluas 3,5 hektar pekerjaan mencari pondasi luar dan dalam Benteng Keraton sudah selesai 60%. Pemasangan-pemasangan batu bata sebagai kelanjutan dinding benteng bagian atas baru percobaan, permasangan batu karang pada dinding benteng baru mencapai 15%.
Mengikuti pola umum tata kota kerajaan Islam di Indonesia, Keraton Surosowan juga merupakan pusat kota Banten. Demikian pula, alun-alun terletak disebelah Utara, Masjid Agung Banten di sebelah Barat Keraton, pasar Karangantu di sebelah Timur dan pelabuhan berada di sebelah Utara.
Keraton Surosowan ini memiliki dua gerbang masuk, masing-masing terletak di sisi Utara, Timur dan Selatan. Namun, pintu Selatan telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya, pada bagian tengah keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi oleh ganggang dan lumut. Di dalam keraton ini juga banyak ruang yang didalam keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan), salah satu yang terkenal adalah bekas kolam taman bernama Bale Kambang Roro Denok, adapula pancuran pemandian yang disebut "Pancuran Mas".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar