KERATON SUROSOWAN
Asal Mula Berdirinya Keraton
Surosowan
Keraton merupakan bangunan yang memegang peranan sangat
penting bagi sebuah kerajaan. Seperti halnya keraton pada umumnya di Jawa,
Keraton Surosowan juga memiliki makna ganda, yakni sebagai bangunan tempat
tinggal Sultan dan keluarganya serta perangkat kerajaan lainnya dan sebagai
pusat kerajaan dalam hal ini Kerajaan Banten.
Keraton Surosowan adalah sebuah Keraton di Banten, keraton
ini di bangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa Pemerintahan Sultan pertama
Banten, Sultan Maulana Hasanuddin dan konon juga melibatkan ahli bangunan asal
Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda
yang memeluk islam yang bergelar Pangerang Wiraguna. Dinding pembatas setinggi
2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektar, Surosowan mirip
sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan Bastion (sudut benteng yang berbentuk
intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada
lagi yang utuh, hanya menyisahkan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah
persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Hasanuddin raja pertama di Banten yang di Penambahan
Surososwan 1525 diberi gelar Maulana Hasanuddin waktu itu lebih senang menyebut
rajanya dengan sebutkan "Pangerang Saba Kingking", yang
artiniya rindu akan kebijaksanaan.
Raja yang memerintah dari tahun 1525 hingga 1570 ini wilayah
kekuasaannya meliputi daerah di antaranya sekarang masuk Provinsi Banten, kota
Banten Lama di masa pemerintahannya meliputi area seluas 1.2000.000 m2.
Sebelah Utara dekat pantai di bangun menara jaga terbuat dari kayu yang
dilengkapi dengan persenjataan meriam, raja pertama yang membangun keraton dan
benteng Surosowan serta Masjid Agung Banten, wafat tahun 1570 dan di makamkan
di halaman Masjid Agung bagian Utara.
Sultan Sapuh itu digantikan putranya Maulana Yusuf
Penembahan pekalangan gede yang memerintah dari tahun 1570 hingga 1580. Program
kerjanya yang berhasil masa itu memperkuat perekonomian Negara dengan langkah
kebijaksanaan memperluas areal pertanian, membangun irigasi membuat kanal-kanal
dan mengatur penyebaran penduduk dengan membangun kampung-kampung baru yang
kemudian berkembang menjadi kota.
Di samping itu memperkuat angkatan perang dan perbentengan
disekitar Keraton dan kota Banten Lama dengan bata dan batu karang. Semboyannya
yang terkenal masa itu "Gawe Kuta Galuwati Bata Kalawan Kawis"
artinya pembangunan perbentengan dengan bata dan batu karang.
Ramainya suasana Kota Banten Lama masa itu banyak dilukiskan
saudagar-saudagar manca Negara yang kapalnya berlabuh di Bandara Banten karena
jasanya dalam bidang pertanian. Maulana Yusuf di makamkan di tengah sawah, 4
kilometer dari Keraton Surosowan, sekarang lokasinya tak jauh dari jalan raja
dan rela kereta api Serang-Banten, hampir setiap hari makam itu banyak di
ziarahi orang yang datang dari berbagai pelosok tanah air (FB. 04.2002).
B. Perkembangan Keraton Surosowan
Keraton Surosowan sudah beberapa kali mengalami perubahan.
Berdasarkan peta-peta kuno diketahui bahwa pada peta tertua (1596), Keraton
Surosowan di gambarkan masih sangat sederhana berupa satu bangunan rumah di
kelilingi pagar dan beberapa bangunan yang terletak di Selatan alun-alun,
peta-peta 1624. Keraton Surosowan sudah digambarkan berupa bangunan berundak-undak
dan bertingkat serta di kelilingi rumah-rumah, gambaran yang hampir sama masih
di jumpai pada peta 1726, di mana terlihat bangunan inti keraton memiliki
bagian bawah bangunan yang berundak-undak dan atap yang semakin ke atas makin
kecil meruncing, hanya ukuran keraton semakin besar.
Berdasarkan penelitian, di duga terdapat beberapa tahap pada
bangunan Keraton Surosowan. Pada fase pembangunan awal, dinding yang
disekeliling istana lebarnya antara 100 meter sampai 125 meter, dinding
tersebut dibuat Bastion dan dibangun dari susunan atau berkuran besar yang di
campur dengan tanah liat (lempung). Fase pembangunan pertama mungkin terjadi
pada masa pemerintahan Maulana Hanauddin (1552-1570), pada masa pembangunan
fase didirikan dinding bagian dalam dan Bastion. Dinding bagian dalam berfungsi
sebagai penahan tembakan, jadi antara fase pertama dan kedua telah terjadi
perubahan fungsi dinding, yaitu dari yang funsi sebagai tembok keliling
kemudian menjadi tembok pertahanan dengan unsur-unsur Eropa (Nurhadi 1982).
Perubahan ini mungkin terjadi pada tahun 1680 dengan bantuan artistek Hendrik
Lucas zoon Cardel (Ambary dkk. 1988:85), Michrob 1993:311). Sesudah masa ini,
Surosowan disebut sebagai Fort Diamant (Fort : Benteng, Diamant : Intan) oleh
pihak Belanda pembangunan fase ke tiga adalah tahap pendirian kamar-kamar
disepanjang dinding Utara, penambahan lantai untuk mencapai dinding penahanan
tembakan (Parapet). Pada pembangunan fase ke empat, di lakukan perubahan pada
gerbang Utara dan mungkin juga pada gerbang Timur, pada lapisan luar dinding
keraton, susunan bata di lapis secara merata dengan menggunakan batu karang,
pada fase pembangunan yang terakhir terjadi penambahan banyak kamar di bagian
dalam dan penyempurnaan isian dinding.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran,
antara lain ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya
sendiri Sultan Haji yang bekerjasama dengan penjajah Belanda. Meski kemudian
diperbaiki lagi. Perlawanan dari rakyat terhadap Sultan Haji terus berlangsung
dan membuat Keraton rusak lagi. Akan tetapi, kerusakan yang paling parah
terjadi pada masa Sultan Aliudin II (1803-1808) ketika Herman Willem Daendels
meminta sultan agar mengirimkan seribu pekerja rodi untuk membangun jalur jalan
Anyer-Penarukan. Selain itu, juga meminta agar Patih Mangkubumi wargadiraja
diserahkan dan ibu kota kesultanan dipindahkan ke Anyer karena disekitar
Surosoan akan dibangun benteng Belanda, tentu saja permintaan tersebut ditolak
mentah-mentah. Terjadilah peperangan hebat yang berakhir dengan penaklukan
Surosowan dan penangkapan Sultan Aliudin II lalu dibuang ke Ambo. Sementara
Patih Mangkubumi Wargadiraja dihukum pancung, perlawanan rakyat Belanda tidak
berhenti. Pada 1809, Daendels menghancurkan dan membakar Surosowan puncak
kerusakan Keraton tersebut terjadi pada tahun 1813. Hampir semua bangunan
Keraton Surosowan boleh dikatakan hancur semua, bahkan terkesan tidak terawat.
Sayang sekali, bangunan yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi ini
dibiarkan terbengkalai dimakan oleh waktu, mudah-mudahan pihak-pihak terkait
dapat menjaga salah satu warisan Bangsa Indonesia yang sangat berharga ini.
Kajian Arkeologi Keraton Surosowan
Sampai hari ini arekeolog belum dapat mengungkap tabir
dibalik reruntuhan Keraton Surosowan yang di ancurkan oleh Kolonial Belanda
tahun 1813, padahal penelitian sudah berlangsung sudah lama yaitu sekitar 30
tahun silam. Penelitian itu, antara lain pernah dilakukan arkeolog dan
mahasiswa Universitas Indonesia (UI), kemudian pulsitarkenas (Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional) dan Ditbinjarah (Derektorat Perlindungan dan Pembinaan
Peninggalan Sejarah dan purbakal). Seperti di akui Kasi TU Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Serang (BP3S), Drs. Zakaria Keasimin, memang tak mudah
mengungkap Keraton Surosowan yang tinggal pondasinya saja dan puing-puing
berserakan. Dari luas arela benteng dan keratin 1,6 hektar kurang 4,5 hektar,
misal belum ditemukan di mana lokasi Singgasana Sultan Banten dan di mana pula
kamar sang putri.
Dari hasil penelitian baru di ketahui, Roro Denok dan
pancuran mas adalah kolam pemandian keluarga Sultan Banten tetapi Zakaria belum
bisa memastikan apakah bangunan yang berada di tengah-tengah kolam Roro Denok
tempat Sultan menyimpan harta pusaka. Demikian pula tentang pancuran mas yang
di sebut-sebut sebagai keran air yang teruat dari lapisan emas, Zakaria
mengakui Kesultanan Banten yang memerintah dari tahun 1525-1813 termasuk
kerajaan yang kaya raya. Sehingga dugaan keran air terbuat dari emas besar
kemungkinan besar, "Tetapi hal ini belum bisa dibuktikan, karena belum
ditemukan catatan sejarah mengenai hal itu", katanya.
Sementara itu, ada pendapat yang mengatakan, boleh jadi yang
disebut-sebut sebagai pancuran masa adalah air bersih yang jernih seperti
keristal hasil dari pengolahan air bersih. Seperti diketahui, air bersih itu
dialirkan kedalam keraton melalui pipa terekota (tanah liat) dari waduk
penampungan di Tasikardi "Sebelum masuk kedalam istana air itu terlebih
dahulu diproses melalui beberapa filter yang disebut dengan pengindelan abang
dan pengindelan putih", ujar Zakaria.
Berdasarkan hasil penelitian. Sementara, pintu utama keraton
berada di sebelah Utara menghadap alun-alun, salah satu yang memperkuat dugaan
ini. Karena bangunan keraton dibagian sebelah Utara terdapat bangunan tangga
yang berundak-undak.
"Bisa jadi di tempat ini menjadi ruang utama keluarga
Istana menerima tamu kehormatan", katanya. Sayangnya, menurut Zakaria,
Kesultanan Banten tidak meninggalkan catatan sejarah yang bisa menjadi acuan
arkeolog melakukan penelitian di sana, ekskavasi dan penelitian yang dilakukan
ini seperti mengungkap tabir rahasia masa lampau.
Menurut Babad Banten di sekitar jembatan Ranto terdapat nama
Penjaringan, tercatat adanya pasar di lokasi tersebut. Disamping pasar permanen
di Pacinaan, Karangantu dan alun-alun (lihat buku Willem Lodewijk). Penggalian
ini di dasari atas berita tentang pasar yang ingin di buktikan kebenarannya,
namun tim ekskavasi belum berhasil meyakinkan data temuan yang identik dengan
pasar tetap di temukan alat pengecoran logam dari ukuran diameter 2 cm sampai
15 cm yang sempat mengejutkan tim penggalian.
Disamping itu sumur dan Keraton Surosowan bagian berat dalam
sektor 11 dikuras dan ternyata ditemukan ternyata tulang-tulang binatang,
pecahan keramik asing dan mata uang VOC. Dasar sumur diberi landasan tegel
merah, sumber air diambil dari samping, karena sumber air bawah tanah asin. Hal
ini merupakan teknologi baru ketika itu cara membuat sumur dengan kedalaman 4
m.
Hasil tim ekskavasi di dalam komplek Keraton Surosowan
seluas 3,5 hektar pekerjaan mencari pondasi luar dan dalam Benteng Keraton
sudah selesai 60%. Pemasangan-pemasangan batu bata sebagai kelanjutan dinding
benteng bagian atas baru percobaan, permasangan batu karang pada dinding
benteng baru mencapai 15%.
Mengikuti pola umum tata kota kerajaan Islam di Indonesia,
Keraton Surosowan juga merupakan pusat kota Banten. Demikian pula, alun-alun
terletak disebelah Utara, Masjid Agung Banten di sebelah Barat Keraton, pasar
Karangantu di sebelah Timur dan pelabuhan berada di sebelah Utara.
Keraton Surosowan ini memiliki dua gerbang masuk,
masing-masing terletak di sisi Utara, Timur dan Selatan. Namun, pintu Selatan
telah ditutup dengan tembok, tidak diketahui apa sebabnya, pada bagian tengah
keraton terdapat sebuah bangunan kolam berisi air berwarna hijau, yang dipenuhi
oleh ganggang dan lumut. Di dalam keraton ini juga banyak ruang yang didalam
keraton yang berhubungan dengan air atau mandi-mandi (petirtaan), salah satu
yang terkenal adalah bekas kolam taman bernama Bale Kambang Roro Denok, adapula
pancuran pemandian yang disebut "Pancuran Mas".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar