HELLO KITTY

HELLO KITTY
KITTY

Kamis, 17 Desember 2015

PETA


Sistem Mobilisasi dan Kontrol Serta Dampaknya Terhadap Masyarakat

Ø Pengerahan Pemuda
a.     Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR)
Latihan-latihan yang diadakan di Jepang untuk menanamkan semangat berpihak kepada Jepang di kalangankaum muda adalah dalam Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR). BPAR merupakan bagian dari Gerakan 3A. BPAR dimulai dari tingkat pusat di Jakarta, sedangkan di daerah-daerah dibentuk komite Penginsafan Pemuda yang anggotanya terdiri dari unsure kepanduan. Di tingkat pusat, BPAR diresmikan pada tanggal 11 Juni 1942. dan dipimpin oleh dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh.
Selain BPAR pemerintah Jepang juga melakukan latihan lain yang diadakan oleh Gerakan 3A, yaitu San A Seinan Kunrensho. Di tempat ini, kaum muda mendapatkan latihan selama setengah bulan. Berbeda engan BPAR yang bersifat umum, latihan di San A Seinan Kunrensho bersifat khusus. Latihan hanya ditunjukkan untuk kaum muda yang pernah mengikuti salah satu organisasi, misalnya kepanduan.
Pelatihan pemuda semacam itu dilakukan secara intensif, namun perkumpulan-perkumpulan kepanduan masih diperkenankan berdiri dan melakukan kegiatannya. Kegiatan besar kepanduan adalah Perkemahan Kepanduan Indonesia (Perkino) yang diadakan di Jakarta, bahkan pernah mendapat kunjungan dari Gunseikan dan tokoh-tokoh empat serangkai.
Pada awal tahun 1943, Jepang mulai lebih intensif dalam mengumpulkan dan mendidik kaum muda Indonesia di semua syu, bahkandi Jakarta Syu, disetiap Gun diadakan pendidikan pemuda. Semua usaha mengadakan gerakan pemuda local tersebut dalam rangka persiapan membentuk gerakan pemuda yang terpusat dengan satu pemimpin. Dalam masa persiapan itu, berbagai janji dan harapan bagi para pemuda disiarkan secara luas.

b.     Seinendan dan Keibodan
Pada tanggal 29 April 1943, tepat pada hari ulang tahun Kaisar Jepang, diumumkan secara resmi pembentukkan dua organisasi pemuda, yaitu seinendan dan keibodan merupakan organisasi kepemudaan semi-militer. Kedua organisasi itu langsung dipimpin oleh gunseikan. Secara resmi disebutkan bahwa pembentukkan kedua organisasi tersebut bertujuan untuk mendidik dan melatih pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Namun, sebenarnya ada maksud yang tersembunyi, yaitu untuk mendapatka tenaga cadangan sebanyak-banyaknya yang diperlukan bagi kemenangan perang Jepang.
Seinendan beranggotakan pemuda-pemuda Asia yang berusia 15-25 tahun. Namun, usia anggotanya diubah menjadi 14-22 tahun. Pada mulanya, anggota seinendan beranggotakan sebanyak 3.500 orang yang berasal dari seluruh Jawa. Jumlah tersebut berkembang menjadi 500.000 orang pemuda pada masa akhir kepemimpinan Jepang. Pembentukkan Seinendan tidak semata-mata dibentuk di kota-kota dan di desa-desa, akan tetapi di sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik dan juga di perumahan-perumahan. Pada bulan Oktober 1944 pemerintah Jepang juga membentuk Josyi Seinendan (Seinendan Putri). Di dalam seinendan, kaum nasionalis masih dapat menanamkan semangat nasionalisme, bahkan di markas besar seinendan duduk beberapa orang-orang nasionalis muda, antara lain Soekarni dan Abdul Latief Hendraningrat.
Badan semi-militer lain yang dibentuk pemerintah pendudukan Jepang adalah keibodan. Keibodan merupakan barisan pembantu polisi yang melakukan tugas-tugas kepolisian, misalnya penjagaan lalu lintas dan pengamanan desa. Keibodan beranggotakan pemuda-pemuda yang berusiakan 26-35 tahun. Jumlah anggota keibodan diperkirakan sekitar 1.000.000 orang untuk. Untuk kalangan etnis Cina dibentuk semacam keibodan, yaitu Kakyo Keibotai.
Berbeda dengan seinendan, dalam pembentukkan keibodan itu tampak bahwa pemerintah pendudukan Jepang berusaha agar tidak terpengaruh oleh kaum nasionalis. Hal itu terlihat dari kenyataan bahwa keibodan dibentuk di desa-desa yang pada umumnya para pemuda kurang mendapatkan pengaruh dari kaum nasionalis. Bahkan, kaum nasionalis pada tingkat bawah pun tidak mempunyai hubungan dengan keibodan karena badan ini langsung ditempatkan di bawah pengawasan polisi.
Selain di Jawa, kedua badan tersebut juga dibentuk di Sumatra dan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut. Di Sumatra, keibodan dikenal dengan nama Bogodna. Di Kalimantan terdapat badan serupa disebut Borneo Konan Hokokudan.
Selain golongan pemuda, juga dilakukan pengorganisasian kaum wanita. Pada bulan Agustus 1943 dibentuk fujinkai (himpunan wanita). Usia minimum dari anggota Fujinkai adalah 15 tahun. Kepada wanita tersebut juga diberikan latihan-latihan militer.

c.     Organisasi-Organisasi Semi Militer Lainnya
Memasuki tahun 1944, keadaan perang semakin genting. Satu demi satu daerah pendudukan Jepang jatuh ke tangan sekutu, bahkan serangan mulai diarahkan langsung ke negeri Jepang sendiri. Dalam keadaan demikian, pemerintah pendudukan Jepang membentuk barisan semi-militer lainnya. Pada tanggal 1 November 1944, dibentik barisan pelopor, kemudian pada tanggal 8 Desember 1944 dibentuk barisan berani mati. Pada tanggal 15 Desember 1944, dibentuk Hizbullah yang merupakan barian semi-militer dari kaum muda Islam dan Gakutotai atau Korps Pelajar.
Barisan pelopor dibentuk sebagai hasil siding Cuo Sangi In pada pertengahan tahun 1944. Barisan pelopor merupakan organisasi pemuda pertama yang dipimpin oleh Ir.Soekarno, wakilnya R.P.Soeroso Otto Iskandardianata dan Dr. Buntaran Martoatmodjo. Jumlah anggotanya diperkirakan sekitar 60.000 orang. Barisan pelopor dapat dianggap sebagai organisasi yang merupakan perpanjangan dari Jawa Hokakai. Barisan pelopor melatih kaum muda dengan latihan-latihan militer, meskipun dengan menggunakan senapan dari kayu atau bambu runcing.

d.     Heiho dan Peta
Pada bulan April 1943, dikeluarkan pengumuman yang isinya memberikan kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembatu prajurit Jepang Heiho, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Syarat-syarat menjadi anggota Heiho antara lian berbadan sehat, berkelakuan baik, berumur antara 18-25 tahun, dan pendidikan terendah Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
Jumlah anggota Heiho sejak didirikan sampai dengan berakgirnya pendudukan Jepang diperkirakan sebanyak 42.000 orang. Anggota Heiho sebenarnya lebih terlatih dalam bidang militer apabila dibandingkan dengan anggota tentara PETA (Pembela Tanah Air). Hali itu karena kedudukannya sebagai pembantu prajurit Jepang paa waktu perang. Diantara anggota Heiho ada yang bertugas sebagai pemegang senjata anti-pesawat terbang, tank, artileri medan, dan penegmudi. Akan tetapi, tidak seornagpun anggota Heiho yang berpangkat perwira, Kepangkatan itu juga yang membedakan dengan PETA.
Menjelang berakhirnya latihan angkatan kedua, keluar perintah dari Panglima Letnan Jendral Kumakichi Harada kepada Tokubetsu Han untuk membentuk tentara PETA. Pemerintah pendudukan Jepang menghendaki agar pembentukkan Tentara PETA tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah merupakan usulan dari rakyat Indonesia. Selanjutnya, dipilihlah Gatot Mangkupraja, seorang nasionalis yang bersimpati kepada Jepang, untuk mengajukan permohonan kepada Gunseikan supaya dibentuk tentara yang anggotanya terdiri dari orang Indonesia. Pada tanggal 7 Desember 1943 Gatot Mangkupraja mengirimkan surat permohonan kepada Gunseikan. Tidak lama kemudian permohonan itu dikabuli dengan dikeluarkannya Osamu Seirei no.44 tanggal 3 Oktober 1943.
Perhatian dan minat para pemuda terhadap tentara PETA ternyata sangat besar, terutama pemuda yang telah mendapatkan pendidikan di sekolah menengah dan yang telah tergabung dengan seinendan. Berbeda dengan Heiho, didalam PETA terdapat 5 macam tingkat kepangkatan, yaitu berikut ini.
1.    Daidanco (komandan batalyon), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamongpraja, politikus, dan penegak hukum.
2.    Cudanco (komandan kompi) dipilih dari kalangan mereka yang telah bekerja, namun belum mencapai pangkat yang tinggi, seperti guru dan juru tulis.
3.    Shodanco (komandan peleton) pada umumnya dipilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan pertama atau sekolah lanjutan atas
4.    Budanco (komandan regu) dipilih dari kalangan pemuda dari tingkatan sekolah rakyat.
5.    Giyuhei (prajurit sukarela) dipilih dari kalangan pemuda tingkat sekolah rakyat.
Calon perwira PETA mendapat latihan pertama kali di Bogor. Setelah mendapatkan latihan-latihan tersebut, tentara PETA ditempatkan di daidan-daidan (batalion) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali. Semuanya berjumlah 66 daidan. Dalam perkembangannya ternyata anggota tentara PETA di beberapa deidan merasa kecewa terhadap pemerintah pendudukan Jepang. Kekecewaan tersebut mulai terjadipada tahun 1944, bahkan di beberapa daerah menimbulkan pemberontakan yang terbesar adalah pemberontakan PETA Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 14 February 1945 yang diikuti oleh sekitar separuh dari sleuruh anggota deidan. Namun, pemberontakkan yang dipimpin oleh Soepriyadi dan Moeradi itu dapat ditumpas oleh Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar